Just Look at You
Aku takut,
Aku takut saat sedang bersamamu ,
Karena aku tidak bisa berhenti menyayangimu ..
Karena aku sulit untuk berpaling darimu.
Aku takut pergi jauh darimu,
Karena kurasa aku tidak akan kembali lagi.
Mungkin aku akan kehilanganmu ,
Mungkin kamu akan lupa padaku,
Jadi aku tidak akan pergi jauh,
Aku tak tahu mengapa,
Tapi ada satu hal yang kutahu ,
Aku telah jatuh cinta padamu…
Aku takut,
Aku takut saat sedang bersamamu ,
Karena aku tidak bisa berhenti menyayangimu ..
Karena aku sulit untuk berpaling darimu.
Aku takut pergi jauh darimu,
Karena kurasa aku tidak akan kembali lagi.
Mungkin aku akan kehilanganmu ,
Mungkin kamu akan lupa padaku,
Jadi aku tidak akan pergi jauh,
Aku tak tahu mengapa,
Tapi ada satu hal yang kutahu ,
Aku telah jatuh cinta padamu…
***
Jakarta
“Selamat pagi , Jangan lupa ada hal yang harus kamu
lakukan pagi ini Mil.”
Kata kata itu menerjang telinga Emillio, yang
bahkan kesadarannya belum ia dapatkan seutuhnya.
Emil berdehem pendek. Bangkit dari kasurnya dan
segera menuju ke kamar mandi untuk segera bersiap-
siap. Ia lalu tertawa hambar. “Lucu sekali.
Bisakkah kau tidak mengomel dan membuat moodku
jelek pagi ini?” katanya datar.
Fajar berdiri disamping tempat tidur dan
menatap aneh Emil, menatap wajah temannya
itu yang masih berwajah kusut. Matahari cukup terik
pagi itu, dan seharusnya dia memang sudah bangun jam
segini.
“Ayo cepat, kita harus segera menuju asrama dan
menjemput yang lainnya.”
***
Dhika melampiaskan tubuhnya yang masih lelah
diatas tempat tidur flatnya. Ia masih lelah , dan
enggan bangun. Tapi ia harus bekerja pagi ini, dan satu
hal lain today is Sunday!
“ Pagi , dhika. Hari ini kamu pagi sekali.” Nur Andini , teman 1 kamarnya sambil tertawa garing dan
menyodorkan sepotong roti bakar dengan coklat
diatasnya.
Dhika mendecak , mencibir sedikit , lalu segera
beranjak ke dapur untuk membuatkannya sendiri
segelas kopi. Kopi adalah teman keduanya setelah
Andini menurutnya , dan kembali mengambil Roti
panggang dan duduk di balkon.
“ Ngomong ngomong , kau kenal seseorang bernama
Emillio?” Tanya Andini sambil merayap
mendekat. “ Dia meninggalkan pesan di mesin
penjawab , dan ini sudah yang kelima kalinya pagi ini.”
Sebentar. Em , Em .. Em.. Em
apa tadi? Astaga! Emillio !
“ Iya din, aku harus pergi sekarang. Nanti
akan kuceritakan siapa itu Emillio.” Segera
setelahnya Dhika sudah berada di kamarnya dan mandi
dengan segala kecepatan yang bisa ia lakukan.
***
Oke. Sekarang dimana orang itu?
Emil masih menatap gusar coretan coretan kertas
di tangannya. Sembari menunggu si designer yang dia
tunggu ini datang.
“ Maafkan aku Pa' Emil. Aku terlambat bangun pagi ini “
Dhika menghampiri Emil yang sedang duduk dengan
wajah yang masam dan gusar itu dengan hati hati. Dia
tahu Emil pasti sudah menunggu lama. “ Oh , tidak
apa apa. Semoga lain kali tidak begini lagi.” Emil
berdehem ,”Silahkan duduk , Dhik, kamu terlihat
pucat”
Dhika mengangguk lalu duduk tepat di depan Emil
dan memanggil segelas kopi, lagi.
“ Ng, jadi ada apa memanggilku di
minggu pagi yang indah ini? “ katanya seraya
menerawang ke atas langit biru pagi, lalu menatapku
bingung.
Aku tersenyum. “Entahlah. Sepertinya aku tertarik
pada designmu, aku akan menjalankan bisnis Fashion
Outlet dalam waktu dekat, dan aku ingin rancanganmu
masuk dalam catalog bulananku.” Ia diam sejenak , lalu
melanjutkan “ Bagaimana? “
Gadis itu terlihat diam. Aku menikmati saat
menatapnya seperti ini. Mungkin dia lupa siapa aku.
“ Ah? Benarkah? Anda tertarik? Masih banyak loh
designer lain diluar sana yang bersedia anda kontrak.”
Dia menunduk. “ Tapi yah , baiklah. Terima kasih sudah
mempercayaiku untuk yang kali ini.”
Aku melihat dia berdiri , membungkuk dan mengucapkan
salam padaku.
“Baiklah Pa' Emil, Aku akan menemuimu lagi pada
jam kerja berikutnya. Senang bisa berkenalan
denganmu.”
3 Tahun kemudian.
“Emillio itu. Orangnya bagaimana?”
Pertanyaan ini menerjang telingaku yang bahkan belum
siap untuk suasana curhat curhatan. Aku tertawa
sebentar dan bergumam tak jelas agar temanku yang
satu ini penasaran setengah mati.
“ Kau belum bertemu dengannya ? Dia laki laki yang
baik”
Sudah dua tahun kami bersama. Dan sepanjang ini
belum ada pertengkaran aneh yang terjadi antara
kami. Sesaat setelah kami bertemu pertama kali di
kafe pagi itu , dia sering menghubungiki , kami sering
bertemu , dan yah kalian tahulah pada akhirnya
bagaimana. Walaupun aku pernah berpikir dia hanya
bermain main saja denganku.
“ Ayolah Dhik , jangan membuatku penasaran
seperti ini. “ kata Andini dari ujung saluran
ponsel.
“ Aku akan bercerita nanti . Sampai jumpa , bossku
akan marah kalau dia menangkapiku meneleponmu lagi”
***
Ruangan ini sudah gelap sembari tadi.
Dhika duduk menghadap ke jendela besar kafe
yang sudah mulai sepi pengunjugnya. Dalam hati dia
mengutuk Emillio. Ponsel yang dari tadi ia
harapkan untuk bergetar tidak disentuhnya dari tadi.
Dia sudah cukup kesal.
“ Hay Dhik, maaf aku agak telat “
Dhika mendongkak, sejurus kemudian berpaling
menatap kembali keluar jendela. Tidak mau berbicara.
“ Tidak mau bicara ya? Yasudah. Aku kan sudah minta
maaf padamu. Maafkan aku sekali ini saja, bagaimana?
“ Emil tersenyum sambil menatap natap Dhika
yang sudah mulai gusar tidak bisa menahan ingin
tertawa dan tersenyum kembali ke arah Emil.
Dhika mendengus. “ Baiklah, hanya sekali ini saja. Aku
tidak akan memaafkanmu lain kali.” Dia tertawa. Tawa
yang paling disukai Emil.
“ Jadi, apa yang akan kita lakukan hari ini? “
***
Dhika’s POV
Apakah aku harus memberitahunya? Kurasa iya,tapi
hati kecilku menolak untuk memberi tahunya.
Tapi akhir akhir ini dia selalu bertanya
kenapa aku mendadak pucat.
Dan mengapa aku sering cuti dari pekerjaanku.
Aku membohonginya dengan mengatakan aku membeli
BBCream yg terlalu terang ,
Atau Sedang malas bekerja.
Tapi,
Sejujurnya aku hanya ingin menjalani sisa hidupku ini
dengan terus bersamanya,tertawa dan berbagi cerita
tentang kehidupan yang kita alami masing masing.
Aku terlalu takut untuk menatapnya
sekarang,
Karena aku takut akan kehilangan dia…
Mungkin semua ini terdengar terlalu
cepat, tapi beginilah keadaanya. Minseok tidak boleh
tahu apa yang terjadi padaku.
Haruskah aku menjauhinya? Ataukah
memberitahunya semua ini?
***
Ringtone ponsel membuyarkan lamunanku.
“ Ya halo mil? Ada apa? “ kataku seraya
membuka pintu flat dan masuk kedalam taxi yang sudah
kupesan 10menit yang lalu.
Emil menerawang, “ Ngg, begini. Nanti malam
sepertinya aku tidak bisa menemanimu pergi ke pesta
ulang tahun Nur Andini. Aku harus pergi ke
Amerika. Hanya 3 hari aja. Tidak lama. ” Ia diam
sesaat lalu melanjutkan , “ Tidak apa apa kan? “
Aku terdiam. Kenapa dia harus tidak ada saat aku
sedang merasa tertekan?
“ Ah , tidak apa apa Pa'. Lanjutkan saja
pekerjaanmu. Oh iya, sekarang aku akan pergi ke salon
dan menemani Andini juga. Oh iya , kamu
berangkat jam berapa? “
“ Sekitar jam 8 malam. Aku akan meneleponmu saat
aku sudah berada di pesawat , dan juga saat aku sedang
berada di Amerika , dan saat aku merindukanmu
ataupun jika bisa aku akan meneleponmu setiap detik.”
Emil tertawa kecil .
Alisku terangkat sedikit , mengernyit “ Setiap detik?
Baiklah aku juga akan melakukan hal yang sama. Kamu
memang penggombal Mil.” Aku tersenyum “
Baiklah, aku akan meneleponmu lagi nanti. Salon adalah
tempat yang ribut, jangan lupa itu.”
“ Haii.. Aku akan sangat merindukanmu. Ahh,
rasanya seperti tak bisa melihatmu lagi. Hahaha aku
memang terlalu berlebihan.”
‘Deg’
“Maksudnya?”
“ Ah tidak tidak. Baiklah, sampai jumpa 3 hari lagi.”
***
Hening.Aku menghela nafas lalu segera masuk
kedalam rumah sakit. Aku benci rumah sakit. Sudah tak
terhitung berapa kali aku berada disini. Masuk kedalam
ruangan yang sepertinya bisa langsung membunuhku
begitu saja.
“Selamat pagi Dhika. Kamu rutin sekali datang .
Aku berharap penyakitmu akan sembuh.” Seorang
suster tersenyum melihat kedatanganku. Aku memang
rutin datang periksa. Karena aku takut. Terlalu takut
untuk menerima kenyataan bahwa penyakitku sudah
sangat parah.
“ Ramadhika, apa keluargamu sudah tau ?”
Aku tercengang. Aku tidak mungkin sanggup
memberitahukan papa dan mama tentang penyakitku
ini. Dengan enggan aku menggelengkan kepalaku pelan.
“ Sepertinya keluargamu harus sudah bersiap siap. Aku tak tahu apakah aku harus mengatakan hal
ini tapi.. “ Ia terdiam sejenak , “ Menurut hasil
laboratorium kemarin , Sel darah putihmu sudah
mencapai puncaknya. Dalam beberapa hari ini kamu
akan sering pusing dan merasakan sakit. Mungkin sisa
waktumu untuk hidup hanya 3 hari.”
Jantungku seakan berhenti berdetak. Tinggal 3 hari
katanya?
“ Saya usulkan kamu segera dirawat dirumah sakit. “
Tubuhku mendadak dingin. Tanganku bergetar hebat.
Air mataku bercucuran keluar.
“ Tidak! Tidak mungkin! Dokter pasti salah , hasil tes
itu pasti salah “
Aku berlari keluar dari ruang prakter dokter dan
keluar dari rumah sakit tanpa peduli panggilan suster
yang tadi bersamaku.
Sesaat aku mendengarnya memanggil namaku .
Suasananya ribut. Sangat ribut. Saat aku berpaling
dari pandanganku ke arah lainnya , sebuah truk masuk
melesat ke arah ku dengan kecepatan tinggi. Lalu
semuanya gelap.
***
Emil’s POV
Kemana dia? Sudah dua hari ini kenapa teleponnya
sibuk?
Aku sudah berkali kali meneleponnya , dan
tidak ada jawaban dari dia. Kemana? Dia sudah
berjanji padaku untuk menjawab telefonku .Apakah dia
sudah tidur? Tidak. Tidak mungkin. Dia sudah berjanji.
Ataukah ada sesuatu yang terjadi padanya?
“ Halo, Alis. Apakah kamu
tau dimana Dhika? “ Aku menempelkan ponsel ke
telinga sembari duduk di bangku sebuah taman di depan
hotel yang kutempati.
“Oi Pa', kamu dimana?”
“Aku sedang di Amerika. Ada apa ? “ Aku mengigit bibir
bawahku. Kenapa hatiku jadi gak karuan?
“Dhika , di .. dia sekarang sedang berada di rumah
sakit.”
“Apa? Rumah sakit?” Tunggu dulu. Dia pasti berbohong.
“ Cepatlah pulang Mil. Apakah kamu tahu Dhika
mengidap kanker darah stadium terakhir ? “
Kenapa aku tidak tahu? Kenapa? Jangan Jangan… Dhika memang sengaja menyembunyikannya dariku ?
“ A..Aku tidak tahu dia sakiit. Aku memang melihatnya
akhir akhir ini lebih kurus dan pucat. Tapi dia bilang
dia sedang diet dan memakai cream wajah yang salah.”
Emil menelan ludah saat mengucapkan kalimat
terakhir.
Bagaimana dia bisa selalu menggunakan Cream wajah
yang terlalu putih ? Aku lupa.
Dengan suara tercekik dan agak tercekat akhirnya
Emil dapat bertanya “ Apakah dia baik baik saja?”
Alis terdiam beberapa saat. Sambil tersenyum
pahit dia menjawab ,
“ Dia koma Pa'.”
Kepala Emil serasa berputar putar . Ia
mendongkak dan melihat jalanan seperti akan
mendorongnya jatuh. Ia berdiri terhuyung huyung ,
kembali ke airport dengan sekuat tenanga , dan segera
bertolak kembali ke Jakarta.
***
Emil berdiri di depan kamar rawat Dhika. Dia menunduk dan sesekali terlihat ingin
memegang pintu kamar itu dan masuk untuk segera
memeluk Dhika dan membangunkannya. Tapi ia tak
sanggup.
Emil, sepertinya dia sedang menunggu
kedatanganmu. Mungkin bila kau bertemu dengannya ia
akan sadar . Tapi kemungkinan berikutnya adalah , dia
mungkin tidak akan sadar lagi. Tubuhnya menolak saat
transfusi darah dilakukan. Dan ini sudah melewati
masa yang telah kami perkirakan. Maafkan kami Pa' Kami sudah melakukan hal terbaik.
Dari luar Emil dapat melihat Andini sedang
duduk disana sambil terisak isak dan mengajak Dhika
berbicara . Tentang hal apapun. Dari mulai
kehidupannya sekarang , pekerjaannya sampai Andini juga membicarakanku.
Dan inilah aku. Terlalu pengecut untuk masuk kedalam
kamar rawat yang di cat dengan warna biru terang ini.
Andini yang sepertinya sudah sangat bersedih
berlari keluar dari kamar rawat dan menghanpiriku.
“ Bapa' Emil ? Ini ada selembar surat yang aku
temukan di Kamar Dhika hari itu saat kamu sedang
berada di Amerika. Aku tidak tahu apa surat itu , tapi ,
aku harap kau membacanya. “ Lalu kyung myun berlalu
meninggalkanku. Isak tangisnya masih sangat
terdengar.
Foto kami berdua saat sedang berada di Gandaria City menjadi hal awal yang menyiksa hatiku ,
setelahnya ada foto kami saat sedang berlibur di
pantai, foto saat dia sedang membuatkan kue untuk
pesta ulang tahunku bahkan foto saat aku seang tidur.
Halaman berikutnya penuh dengan tulisannya yang
ditulis dengan rapi, dan sepertinya dia menulisnya
sambil menangis hari itu.
“Haii Bapak Emil, mungkin saat kamu sedang membaca
surat ini aku sudah berada di rumah sakit dalam
keadaan koma atau mungkin dalam keadaan sudah
meninggal ? Haha , aku tahu ini terlalu cepat bagimu.
Aku belum sempat membicarakan masalah penyakit
serius yang kuderita padamu karena aku terlalu takut
untuk memikirkan bagaimana kamu akan bisa hidup
tanpaku?
Mil , sudah 2 tahun kita bersama . Dan
baru tahun belakangan ini aku mengetahui penyakit
yang aku derita. Aku tahu aku memang pacar yang tidak
berguna , yang tidak bisa memberitahukan masalah
terbesar yang aku alami saat ini. Tapi ini semua
kulakukan karena aku sayang padamu. Aku tidak ingin
kamu bersedih karena penyakitku, jadi aku putuskan
untuk bungkam.
Andini dan Alis tau tentang
penyakitku. Aku menyuruh mereka untuk tidak
memberitahukanmu. Apakah itu baik? Jangan marahi
mereka saat kamu bertemu dengan mereka . Karena
aku yang menyuruh mereka untuk melakukannya. “
Setetes air mata mengalir keluar dari
mataku. Aku gemetar. Terlalu sulit untuk membaca
lanjutannya.
“ Hehe, aku ingin mengaku dosa padamu. Aku tidak
pernah membeli Krim wajah yang tidak cocok untukku ,
dan aku tidak diet. Itu memang sudah gejala dari
penyakitku. Sebenarnya aku sedikit senang saat tahu
kalau kau tidak curiga, sepertinya aku adalah akrot
yang hebat ya ? Mungkin aku harus memilih jurusan
Drama saat dulu.
Kau tau , aku pernah memilih untuk
menjauhimu , agar kau dapat melupakanku. Hasilnya?
Aku tidak sanggup melakukannya. Aku sudah jatuh
terlalu dalam padamu. Kau ingat pertemuan kita
pertama kali di kafe pada minggu pagi?
Satu satunya hal yang dapat kulakukan
sekarang adalah perlahan keluar dari hidupmu. Aku
memang tidak akan pernah melupakanmu, karena kamu
akan selalu disini. Aku akan selalu mengingatmu
dimanapun aku akan terlahir kelak.
Setelah aku mecoba untuk keluar dari
hidupmu , baru kusadari aku adalah actor yang payah.
Aku tidak dapat membohongi perasaanku selama ini.
Aku tidak akan pernah bisa menjauh ataupun pergi
darimu Aku akan bahagia melihatmu bahagia , walaupun
itu dengan orang lain . Mungkin kita memang bukan
Jodoh seperti yang dikatakan oleh Fortune Teller
saat festifal kemarin, haha.
Mungkin setelah semua ini berakhir, maksudku aku
sudah tiada , kamu akan melupakan aku , jadi bisakah
aku bersikap egois untuk sesaat? Aku ingin memilikimu
sendiri untukku seorang, aku tidak ingin berpisah
darimu. Aku ingin seluruh orang didunia ini tahu kalau ..
Aku mencintaimu .Sangat Mencintaimu.“
Aku melangkah masuk kedalam ruangan yang terasa
dingin menusuk kedalam tulang. Aku tidak suka rumah
sakit jika begini ceritanya. Dingin..
Dhika tertidur dengan wajah lugunya , tapi wajah lugu
itu pucat. Perban hampir menutupi seluruh tubuhnya,
kecuali Wajah, berbagai selang dan kabel yang
menghubungkan tubuhnya dengan mesin semakin
menambah perasaan yang tidak enak.
Dengan berat aku melangkah mendekat ke sisi ranjang.
Dhika masih diam tak bergerak. Tapi aku tahu dia
masih hidup.
“ Dhika, aku sudah membaca suratmu.” Lirih,
berharap Dhika membuka mata dan berbicara padanya
seperti biasa. “ Aku , aku cukup bangga padamu yang
dapat membohongiku tentang penyakitmu, ya kau calon
actor yang hebat.”
“Aku sama sekali tidak bisa berpikir jernih sekarang.
Tapi , bolehkah aku meminta sesuatu? “ Aku
mengenggam erat tangan Dhika“ Berjanjilah kalau
kau bangun , kau akan hidup denganku selamanya. Dan
jika tidak .. “ Aku berdehem. “ Berjanjilah kau akan
menjadi pasanganku di kehidupan selanjutnya.”
Kata kata terakhir itu mencekat leherku. Aku tahu
kemungkinan terbesar dia tidak akan pernah bisa
bangun lagi. Tubuhnya saja sudah kerkurangan darah ,
bagaimana dia bisa hidup tanpa darah ?
“ Satu hal lagi yang paling penting dari segalanya.
Jangan pernah lupa bahwa Aku , Aku sangat
mencintaimu .. Aku benar benar tidak bisa hidup
tanpamu, tapi Aku berjanji aku akan baik baik saja.
Aku tidak akan pernah lupa padamu. Berjanjilah Dhik, kamu akan mencintaiku seperti aku yang sangat mencintaimu.”
Kelopak mata Dhika bergetar sesaat. Air mata
menetes dari kedua matanya. Tapi dia masih tidak
bergerak. Sesaat Emil sudah senang melihat ini.
Namun kenyataanya....
***
“ Eh Lis , pernakah kamu berpikir untuk dapat
memberikan kehidupanmu pada seseorang sangat kau
cintai? Mungkin ini terdengar gila , tapi aku rela
memberikan hidupku pada orang yang sangat aku cintai.”
Alis menggeleng .
“Aku tidak mengerti apa maksudmu , tapi itu
kedengarannya baik. “
“Kau tahu permintaan apa yang aku minta saat aku
berulang tahun kemarin? Aku berharap aku ingin selalu
bersamanya. Hidup selamanya bersama dia. Aku tak
tahu apakah tuhan akan mengambil siapa dulu , tapi
yang pasti , Aku ingin dia selalu bersamaku.”
Jakarta
“Selamat pagi , Jangan lupa ada hal yang harus kamu
lakukan pagi ini Mil.”
Kata kata itu menerjang telinga Emillio, yang
bahkan kesadarannya belum ia dapatkan seutuhnya.
Emil berdehem pendek. Bangkit dari kasurnya dan
segera menuju ke kamar mandi untuk segera bersiap-
siap. Ia lalu tertawa hambar. “Lucu sekali.
Bisakkah kau tidak mengomel dan membuat moodku
jelek pagi ini?” katanya datar.
Fajar berdiri disamping tempat tidur dan
menatap aneh Emil, menatap wajah temannya
itu yang masih berwajah kusut. Matahari cukup terik
pagi itu, dan seharusnya dia memang sudah bangun jam
segini.
“Ayo cepat, kita harus segera menuju asrama dan
menjemput yang lainnya.”
***
Dhika melampiaskan tubuhnya yang masih lelah
diatas tempat tidur flatnya. Ia masih lelah , dan
enggan bangun. Tapi ia harus bekerja pagi ini, dan satu
hal lain today is Sunday!
“ Pagi , dhika. Hari ini kamu pagi sekali.” Nur Andini , teman 1 kamarnya sambil tertawa garing dan
menyodorkan sepotong roti bakar dengan coklat
diatasnya.
Dhika mendecak , mencibir sedikit , lalu segera
beranjak ke dapur untuk membuatkannya sendiri
segelas kopi. Kopi adalah teman keduanya setelah
Andini menurutnya , dan kembali mengambil Roti
panggang dan duduk di balkon.
“ Ngomong ngomong , kau kenal seseorang bernama
Emillio?” Tanya Andini sambil merayap
mendekat. “ Dia meninggalkan pesan di mesin
penjawab , dan ini sudah yang kelima kalinya pagi ini.”
Sebentar. Em , Em .. Em.. Em
apa tadi? Astaga! Emillio !
“ Iya din, aku harus pergi sekarang. Nanti
akan kuceritakan siapa itu Emillio.” Segera
setelahnya Dhika sudah berada di kamarnya dan mandi
dengan segala kecepatan yang bisa ia lakukan.
***
Oke. Sekarang dimana orang itu?
Emil masih menatap gusar coretan coretan kertas
di tangannya. Sembari menunggu si designer yang dia
tunggu ini datang.
“ Maafkan aku Pa' Emil. Aku terlambat bangun pagi ini “
Dhika menghampiri Emil yang sedang duduk dengan
wajah yang masam dan gusar itu dengan hati hati. Dia
tahu Emil pasti sudah menunggu lama. “ Oh , tidak
apa apa. Semoga lain kali tidak begini lagi.” Emil
berdehem ,”Silahkan duduk , Dhik, kamu terlihat
pucat”
Dhika mengangguk lalu duduk tepat di depan Emil
dan memanggil segelas kopi, lagi.
“ Ng, jadi ada apa memanggilku di
minggu pagi yang indah ini? “ katanya seraya
menerawang ke atas langit biru pagi, lalu menatapku
bingung.
Aku tersenyum. “Entahlah. Sepertinya aku tertarik
pada designmu, aku akan menjalankan bisnis Fashion
Outlet dalam waktu dekat, dan aku ingin rancanganmu
masuk dalam catalog bulananku.” Ia diam sejenak , lalu
melanjutkan “ Bagaimana? “
Gadis itu terlihat diam. Aku menikmati saat
menatapnya seperti ini. Mungkin dia lupa siapa aku.
“ Ah? Benarkah? Anda tertarik? Masih banyak loh
designer lain diluar sana yang bersedia anda kontrak.”
Dia menunduk. “ Tapi yah , baiklah. Terima kasih sudah
mempercayaiku untuk yang kali ini.”
Aku melihat dia berdiri , membungkuk dan mengucapkan
salam padaku.
“Baiklah Pa' Emil, Aku akan menemuimu lagi pada
jam kerja berikutnya. Senang bisa berkenalan
denganmu.”
3 Tahun kemudian.
“Emillio itu. Orangnya bagaimana?”
Pertanyaan ini menerjang telingaku yang bahkan belum
siap untuk suasana curhat curhatan. Aku tertawa
sebentar dan bergumam tak jelas agar temanku yang
satu ini penasaran setengah mati.
“ Kau belum bertemu dengannya ? Dia laki laki yang
baik”
Sudah dua tahun kami bersama. Dan sepanjang ini
belum ada pertengkaran aneh yang terjadi antara
kami. Sesaat setelah kami bertemu pertama kali di
kafe pagi itu , dia sering menghubungiki , kami sering
bertemu , dan yah kalian tahulah pada akhirnya
bagaimana. Walaupun aku pernah berpikir dia hanya
bermain main saja denganku.
“ Ayolah Dhik , jangan membuatku penasaran
seperti ini. “ kata Andini dari ujung saluran
ponsel.
“ Aku akan bercerita nanti . Sampai jumpa , bossku
akan marah kalau dia menangkapiku meneleponmu lagi”
***
Ruangan ini sudah gelap sembari tadi.
Dhika duduk menghadap ke jendela besar kafe
yang sudah mulai sepi pengunjugnya. Dalam hati dia
mengutuk Emillio. Ponsel yang dari tadi ia
harapkan untuk bergetar tidak disentuhnya dari tadi.
Dia sudah cukup kesal.
“ Hay Dhik, maaf aku agak telat “
Dhika mendongkak, sejurus kemudian berpaling
menatap kembali keluar jendela. Tidak mau berbicara.
“ Tidak mau bicara ya? Yasudah. Aku kan sudah minta
maaf padamu. Maafkan aku sekali ini saja, bagaimana?
“ Emil tersenyum sambil menatap natap Dhika
yang sudah mulai gusar tidak bisa menahan ingin
tertawa dan tersenyum kembali ke arah Emil.
Dhika mendengus. “ Baiklah, hanya sekali ini saja. Aku
tidak akan memaafkanmu lain kali.” Dia tertawa. Tawa
yang paling disukai Emil.
“ Jadi, apa yang akan kita lakukan hari ini? “
***
Dhika’s POV
Apakah aku harus memberitahunya? Kurasa iya,tapi
hati kecilku menolak untuk memberi tahunya.
Tapi akhir akhir ini dia selalu bertanya
kenapa aku mendadak pucat.
Dan mengapa aku sering cuti dari pekerjaanku.
Aku membohonginya dengan mengatakan aku membeli
BBCream yg terlalu terang ,
Atau Sedang malas bekerja.
Tapi,
Sejujurnya aku hanya ingin menjalani sisa hidupku ini
dengan terus bersamanya,tertawa dan berbagi cerita
tentang kehidupan yang kita alami masing masing.
Aku terlalu takut untuk menatapnya
sekarang,
Karena aku takut akan kehilangan dia…
Mungkin semua ini terdengar terlalu
cepat, tapi beginilah keadaanya. Minseok tidak boleh
tahu apa yang terjadi padaku.
Haruskah aku menjauhinya? Ataukah
memberitahunya semua ini?
***
Ringtone ponsel membuyarkan lamunanku.
“ Ya halo mil? Ada apa? “ kataku seraya
membuka pintu flat dan masuk kedalam taxi yang sudah
kupesan 10menit yang lalu.
Emil menerawang, “ Ngg, begini. Nanti malam
sepertinya aku tidak bisa menemanimu pergi ke pesta
ulang tahun Nur Andini. Aku harus pergi ke
Amerika. Hanya 3 hari aja. Tidak lama. ” Ia diam
sesaat lalu melanjutkan , “ Tidak apa apa kan? “
Aku terdiam. Kenapa dia harus tidak ada saat aku
sedang merasa tertekan?
“ Ah , tidak apa apa Pa'. Lanjutkan saja
pekerjaanmu. Oh iya, sekarang aku akan pergi ke salon
dan menemani Andini juga. Oh iya , kamu
berangkat jam berapa? “
“ Sekitar jam 8 malam. Aku akan meneleponmu saat
aku sudah berada di pesawat , dan juga saat aku sedang
berada di Amerika , dan saat aku merindukanmu
ataupun jika bisa aku akan meneleponmu setiap detik.”
Emil tertawa kecil .
Alisku terangkat sedikit , mengernyit “ Setiap detik?
Baiklah aku juga akan melakukan hal yang sama. Kamu
memang penggombal Mil.” Aku tersenyum “
Baiklah, aku akan meneleponmu lagi nanti. Salon adalah
tempat yang ribut, jangan lupa itu.”
“ Haii.. Aku akan sangat merindukanmu. Ahh,
rasanya seperti tak bisa melihatmu lagi. Hahaha aku
memang terlalu berlebihan.”
‘Deg’
“Maksudnya?”
“ Ah tidak tidak. Baiklah, sampai jumpa 3 hari lagi.”
***
Hening.Aku menghela nafas lalu segera masuk
kedalam rumah sakit. Aku benci rumah sakit. Sudah tak
terhitung berapa kali aku berada disini. Masuk kedalam
ruangan yang sepertinya bisa langsung membunuhku
begitu saja.
“Selamat pagi Dhika. Kamu rutin sekali datang .
Aku berharap penyakitmu akan sembuh.” Seorang
suster tersenyum melihat kedatanganku. Aku memang
rutin datang periksa. Karena aku takut. Terlalu takut
untuk menerima kenyataan bahwa penyakitku sudah
sangat parah.
“ Ramadhika, apa keluargamu sudah tau ?”
Aku tercengang. Aku tidak mungkin sanggup
memberitahukan papa dan mama tentang penyakitku
ini. Dengan enggan aku menggelengkan kepalaku pelan.
“ Sepertinya keluargamu harus sudah bersiap siap. Aku tak tahu apakah aku harus mengatakan hal
ini tapi.. “ Ia terdiam sejenak , “ Menurut hasil
laboratorium kemarin , Sel darah putihmu sudah
mencapai puncaknya. Dalam beberapa hari ini kamu
akan sering pusing dan merasakan sakit. Mungkin sisa
waktumu untuk hidup hanya 3 hari.”
Jantungku seakan berhenti berdetak. Tinggal 3 hari
katanya?
“ Saya usulkan kamu segera dirawat dirumah sakit. “
Tubuhku mendadak dingin. Tanganku bergetar hebat.
Air mataku bercucuran keluar.
“ Tidak! Tidak mungkin! Dokter pasti salah , hasil tes
itu pasti salah “
Aku berlari keluar dari ruang prakter dokter dan
keluar dari rumah sakit tanpa peduli panggilan suster
yang tadi bersamaku.
Sesaat aku mendengarnya memanggil namaku .
Suasananya ribut. Sangat ribut. Saat aku berpaling
dari pandanganku ke arah lainnya , sebuah truk masuk
melesat ke arah ku dengan kecepatan tinggi. Lalu
semuanya gelap.
***
Emil’s POV
Kemana dia? Sudah dua hari ini kenapa teleponnya
sibuk?
Aku sudah berkali kali meneleponnya , dan
tidak ada jawaban dari dia. Kemana? Dia sudah
berjanji padaku untuk menjawab telefonku .Apakah dia
sudah tidur? Tidak. Tidak mungkin. Dia sudah berjanji.
Ataukah ada sesuatu yang terjadi padanya?
“ Halo, Alis. Apakah kamu
tau dimana Dhika? “ Aku menempelkan ponsel ke
telinga sembari duduk di bangku sebuah taman di depan
hotel yang kutempati.
“Oi Pa', kamu dimana?”
“Aku sedang di Amerika. Ada apa ? “ Aku mengigit bibir
bawahku. Kenapa hatiku jadi gak karuan?
“Dhika , di .. dia sekarang sedang berada di rumah
sakit.”
“Apa? Rumah sakit?” Tunggu dulu. Dia pasti berbohong.
“ Cepatlah pulang Mil. Apakah kamu tahu Dhika
mengidap kanker darah stadium terakhir ? “
Kenapa aku tidak tahu? Kenapa? Jangan Jangan… Dhika memang sengaja menyembunyikannya dariku ?
“ A..Aku tidak tahu dia sakiit. Aku memang melihatnya
akhir akhir ini lebih kurus dan pucat. Tapi dia bilang
dia sedang diet dan memakai cream wajah yang salah.”
Emil menelan ludah saat mengucapkan kalimat
terakhir.
Bagaimana dia bisa selalu menggunakan Cream wajah
yang terlalu putih ? Aku lupa.
Dengan suara tercekik dan agak tercekat akhirnya
Emil dapat bertanya “ Apakah dia baik baik saja?”
Alis terdiam beberapa saat. Sambil tersenyum
pahit dia menjawab ,
“ Dia koma Pa'.”
Kepala Emil serasa berputar putar . Ia
mendongkak dan melihat jalanan seperti akan
mendorongnya jatuh. Ia berdiri terhuyung huyung ,
kembali ke airport dengan sekuat tenanga , dan segera
bertolak kembali ke Jakarta.
***
Emil berdiri di depan kamar rawat Dhika. Dia menunduk dan sesekali terlihat ingin
memegang pintu kamar itu dan masuk untuk segera
memeluk Dhika dan membangunkannya. Tapi ia tak
sanggup.
Emil, sepertinya dia sedang menunggu
kedatanganmu. Mungkin bila kau bertemu dengannya ia
akan sadar . Tapi kemungkinan berikutnya adalah , dia
mungkin tidak akan sadar lagi. Tubuhnya menolak saat
transfusi darah dilakukan. Dan ini sudah melewati
masa yang telah kami perkirakan. Maafkan kami Pa' Kami sudah melakukan hal terbaik.
Dari luar Emil dapat melihat Andini sedang
duduk disana sambil terisak isak dan mengajak Dhika
berbicara . Tentang hal apapun. Dari mulai
kehidupannya sekarang , pekerjaannya sampai Andini juga membicarakanku.
Dan inilah aku. Terlalu pengecut untuk masuk kedalam
kamar rawat yang di cat dengan warna biru terang ini.
Andini yang sepertinya sudah sangat bersedih
berlari keluar dari kamar rawat dan menghanpiriku.
“ Bapa' Emil ? Ini ada selembar surat yang aku
temukan di Kamar Dhika hari itu saat kamu sedang
berada di Amerika. Aku tidak tahu apa surat itu , tapi ,
aku harap kau membacanya. “ Lalu kyung myun berlalu
meninggalkanku. Isak tangisnya masih sangat
terdengar.
Foto kami berdua saat sedang berada di Gandaria City menjadi hal awal yang menyiksa hatiku ,
setelahnya ada foto kami saat sedang berlibur di
pantai, foto saat dia sedang membuatkan kue untuk
pesta ulang tahunku bahkan foto saat aku seang tidur.
Halaman berikutnya penuh dengan tulisannya yang
ditulis dengan rapi, dan sepertinya dia menulisnya
sambil menangis hari itu.
“Haii Bapak Emil, mungkin saat kamu sedang membaca
surat ini aku sudah berada di rumah sakit dalam
keadaan koma atau mungkin dalam keadaan sudah
meninggal ? Haha , aku tahu ini terlalu cepat bagimu.
Aku belum sempat membicarakan masalah penyakit
serius yang kuderita padamu karena aku terlalu takut
untuk memikirkan bagaimana kamu akan bisa hidup
tanpaku?
Mil , sudah 2 tahun kita bersama . Dan
baru tahun belakangan ini aku mengetahui penyakit
yang aku derita. Aku tahu aku memang pacar yang tidak
berguna , yang tidak bisa memberitahukan masalah
terbesar yang aku alami saat ini. Tapi ini semua
kulakukan karena aku sayang padamu. Aku tidak ingin
kamu bersedih karena penyakitku, jadi aku putuskan
untuk bungkam.
Andini dan Alis tau tentang
penyakitku. Aku menyuruh mereka untuk tidak
memberitahukanmu. Apakah itu baik? Jangan marahi
mereka saat kamu bertemu dengan mereka . Karena
aku yang menyuruh mereka untuk melakukannya. “
Setetes air mata mengalir keluar dari
mataku. Aku gemetar. Terlalu sulit untuk membaca
lanjutannya.
“ Hehe, aku ingin mengaku dosa padamu. Aku tidak
pernah membeli Krim wajah yang tidak cocok untukku ,
dan aku tidak diet. Itu memang sudah gejala dari
penyakitku. Sebenarnya aku sedikit senang saat tahu
kalau kau tidak curiga, sepertinya aku adalah akrot
yang hebat ya ? Mungkin aku harus memilih jurusan
Drama saat dulu.
Kau tau , aku pernah memilih untuk
menjauhimu , agar kau dapat melupakanku. Hasilnya?
Aku tidak sanggup melakukannya. Aku sudah jatuh
terlalu dalam padamu. Kau ingat pertemuan kita
pertama kali di kafe pada minggu pagi?
Satu satunya hal yang dapat kulakukan
sekarang adalah perlahan keluar dari hidupmu. Aku
memang tidak akan pernah melupakanmu, karena kamu
akan selalu disini. Aku akan selalu mengingatmu
dimanapun aku akan terlahir kelak.
Setelah aku mecoba untuk keluar dari
hidupmu , baru kusadari aku adalah actor yang payah.
Aku tidak dapat membohongi perasaanku selama ini.
Aku tidak akan pernah bisa menjauh ataupun pergi
darimu Aku akan bahagia melihatmu bahagia , walaupun
itu dengan orang lain . Mungkin kita memang bukan
Jodoh seperti yang dikatakan oleh Fortune Teller
saat festifal kemarin, haha.
Mungkin setelah semua ini berakhir, maksudku aku
sudah tiada , kamu akan melupakan aku , jadi bisakah
aku bersikap egois untuk sesaat? Aku ingin memilikimu
sendiri untukku seorang, aku tidak ingin berpisah
darimu. Aku ingin seluruh orang didunia ini tahu kalau ..
Aku mencintaimu .Sangat Mencintaimu.“
Aku melangkah masuk kedalam ruangan yang terasa
dingin menusuk kedalam tulang. Aku tidak suka rumah
sakit jika begini ceritanya. Dingin..
Dhika tertidur dengan wajah lugunya , tapi wajah lugu
itu pucat. Perban hampir menutupi seluruh tubuhnya,
kecuali Wajah, berbagai selang dan kabel yang
menghubungkan tubuhnya dengan mesin semakin
menambah perasaan yang tidak enak.
Dengan berat aku melangkah mendekat ke sisi ranjang.
Dhika masih diam tak bergerak. Tapi aku tahu dia
masih hidup.
“ Dhika, aku sudah membaca suratmu.” Lirih,
berharap Dhika membuka mata dan berbicara padanya
seperti biasa. “ Aku , aku cukup bangga padamu yang
dapat membohongiku tentang penyakitmu, ya kau calon
actor yang hebat.”
“Aku sama sekali tidak bisa berpikir jernih sekarang.
Tapi , bolehkah aku meminta sesuatu? “ Aku
mengenggam erat tangan Dhika“ Berjanjilah kalau
kau bangun , kau akan hidup denganku selamanya. Dan
jika tidak .. “ Aku berdehem. “ Berjanjilah kau akan
menjadi pasanganku di kehidupan selanjutnya.”
Kata kata terakhir itu mencekat leherku. Aku tahu
kemungkinan terbesar dia tidak akan pernah bisa
bangun lagi. Tubuhnya saja sudah kerkurangan darah ,
bagaimana dia bisa hidup tanpa darah ?
“ Satu hal lagi yang paling penting dari segalanya.
Jangan pernah lupa bahwa Aku , Aku sangat
mencintaimu .. Aku benar benar tidak bisa hidup
tanpamu, tapi Aku berjanji aku akan baik baik saja.
Aku tidak akan pernah lupa padamu. Berjanjilah Dhik, kamu akan mencintaiku seperti aku yang sangat mencintaimu.”
Kelopak mata Dhika bergetar sesaat. Air mata
menetes dari kedua matanya. Tapi dia masih tidak
bergerak. Sesaat Emil sudah senang melihat ini.
Namun kenyataanya....
***
“ Eh Lis , pernakah kamu berpikir untuk dapat
memberikan kehidupanmu pada seseorang sangat kau
cintai? Mungkin ini terdengar gila , tapi aku rela
memberikan hidupku pada orang yang sangat aku cintai.”
Alis menggeleng .
“Aku tidak mengerti apa maksudmu , tapi itu
kedengarannya baik. “
“Kau tahu permintaan apa yang aku minta saat aku
berulang tahun kemarin? Aku berharap aku ingin selalu
bersamanya. Hidup selamanya bersama dia. Aku tak
tahu apakah tuhan akan mengambil siapa dulu , tapi
yang pasti , Aku ingin dia selalu bersamaku.”
0 komentar:
Posting Komentar