Diberdayakan oleh Blogger.

XII-PH SMKN 62

XII-PH SMKN 62
@Jati Jajar <3

Pengikut

it's me..

Kamis, 24 Oktober 2013

Hear Me Please!!!

V Happy Reading V 

*** 
Lihatlah dirimu 
Kau cantik, menawan, dan menarik 
Hatimu baik dan hangat 
Wajar kalau aku jatuh hati padamu 
Tapi lihat lagi 
Kau telalu polos 
Terlalu percaya pada hal yang tak mungkin 
Dan aku benci itu 


*** 
Kenalkan aku Rizky Dwi Yulistiawan, atau kalian bisa  memanggilku dengan nama Alis. Aku ingin bercerita sebuah cerita yang menurutku ini lumayan menyiksaku. Yeah, ini adalah cerita cintaku pada seorang wanita yang sampai saat ini masih belum mengenalku. 

Mungkin dia mengetahui nama panggilanku, tapi aku yakin dia tak kenal nama asliku. Dia mengenalku hanya sebatas tahu kalau aku adalah chingu dari oppanya dan sahabat dari pria yang dia gilai. 

Harum, itu nama wanita yang sudah mengganggu tidurku sejak tiga tahun lalu. Dia adalah mimpi indahku tapi juga mimpi buruk untukku. Wanita yang sudah 
membuat aku menahan cintaku dan tak berani mengenalnya lebih jauh hanya kerana aku tahu dia menyukai sahabatku. 
Yeah, Robby. 

Sahabatku yang aku akui dia itu tampan dan bisa di bilang seperti pangeran dalam negri dongeng. Banyak wanita yang mengagumi dia, dan termasuk Harum. Dia sangat memuja seorang Robby, 
si pangeran dingin yang hanya akan tersenyum pada orang yang akrab dengannya. 

Tapi menurutku Harum bodoh, kenapa dia masih terus saja memeperhatikan namja yang bahkan tidak menghiraukannya itu. Aku kenal baik siapa itu Robby dan aku tahu kalau dia tak pernah memperdulikan Harum yang selama ini terus memperhatikannnya dengan mata sendu. Berharap kalau dia bisa memiliki Robby. 

Tapi mungkin aku lebih bodoh dari Harum. Bisa- bisanya aku jatuh hati pada wanita bodoh yang hanya 
memandang pada satu titik yang di bernama Robby. Namun aku senang, aku senang bisa menyukai wanita yang menurutku menarik itu. 

Dan aku berharap suatu saat nanti aku bisa dekat dengannya. 

*** 
Aku bingung dengan ini 
Bagaimana bisa aku jatuh hati padamu 
Sedangkan aku membenci sifat jelekmu 


*** 

Aku berjalan keluar kelas setelah bel tanda pulang di bunyikan. Hahh!! Membosankan, selalu saja seperti ini 
setiap harinya. Aku ingin rutinitas yang berbeda. Aku berjalan gontai di lapangan sempat kudengar beberapa mahasiswi perempuan berbisik menyebut-nyebut 
namaku dan Robby. Pasti mereka sedang 
membandingkan kami lagi. Bukannya aku sombong, tapi ini benar adanya. Aku ini adalah namja tertampan nomor dua di kampusku. Jangan tanya siapa nomor 
satunya, karena jawabannya pasti si pangeran dingin itu, siapa lagi kalau bukan Robby. 

Haha.. Mungkin aku kalah dari Robby karena warna kulitku yang jauh lebih gelap jika di bandingkan dengan 
kulit susu miliknya. Menurutku itu hal yang biasa, tak sedikitpun menyakitkan. Yang menyakitkan adalah aku kalah karena tak bisa mendapatkan wanita yang aku sukai. Harum.

Langkahku terhenti ketika aku lihat Harum dan Alis yang sedang berbicara, aku tak tahu apa yang mereka bicarakan. Jarakku dan mereka lumayan jauh saat ini, tapi aku masih bisa melihat kalau Harum memberikan sebuah bungkusan pada Robby. Apa isianya? Aku penasaran. 

Setelah itu Robby pergi meninggalkan Harum. Aku berlari mengejar langkah sahabatku. 

“Robby!” Teriakku. Dia menoleh dan tersenyum. Haha.. Kadang aku merasa lucu saat dia tersenyum. Dia itu terkenal dingin dan pelit dengan senyum, tapi saat denganku dia mau tersenyum, apalagi saat dengan Yanto. Kakak angkatnya yang di temukan di Prancis. 

“Kita pulang bareng,” kataku dan dia hanya mengangguk. 

Saat berjalan aku sibuk menebak nebak apa isi bungkusan yang tadi Harum berikan pada Robby? Bekal? Tidak mungkin. Hadiah? Kurasa Baekhee tidak 
akan melakukan itu? Lalu apa? 

Akhirnya karena penasaran kucoba untuk bertanya padanya. “Eh by, tadi kulihat kau dengan Harum,” kataku memulai. 

“Iya, dia memberikan titipan dari Fauzy,” bahkan sebelum aku bertanya dia sudah tahu apa tujuanku. Tak salah kalau kubilang dia itu cerdas. 

“Apa isinya? Tumben Ozy menitipkanya pada Harum, biasanya dia lebih memilih untuk mengantarnya sendiri,” aku berkata lagi sambil melirik pada sahabatku itu. 

“Mungkin bajuku yang pernah dipinjamnya, aku menyuruh dia untuk mengembalikan itu karena mau aku pakai nanti sore untuk pergi dengan Yanto. Dan katanya hari ini dia pulang sore, mungkin itu sebabnya dia menitipkannya pada Harum,” aku bulatkan mulutku 
menyuarakan satu kata “Oh,”. 

*** 
Hei gadis, 
Lihat lah kemari 
Aku berdiri di sini dan terus berdiri 
Berharap kau menemukan aku 
Dan berjalan mendekatiku 
Tapi gadis, ternyata kau buta 
Kau melewati aku dan berjalan menuju dia 
Dia yang bahkan terus berlari menjauhimu 
Dia yang bahkan tak memperdulikanmu 

*** 
Hari minggu ini Fauzy menyuruh kami datang ke rumahnya untuk membahas lagu yang mau kami coba dijadikan demo rekaman. Semoga saja bisa untuk 
membawa kami pada dunia yang kami inginkan. Yeah, dunia gemilau para artis. 

Sampai di sana ternyata couplenya Fauzy 
sudah datang duluan. Haha.. Mungkin mereka ingin berduaan sebentar sebelum ada yang datang. Tidak lama setelahku, Robby dan Yanto datang. 

“Haruum, ambilkan minum untuk temanku!” Teriak Fauzy dan sempat membuatku kaget. Dia itu, mentang-mentang suaranya bagus jadi dia harus 
berteriak seperti itu. Padahalkan posisi Harum saat ini dekat. Dasar berlebihan. 

“Iya kak,” kudengar Harum menyahuti, tapi dia tidak berteriak seperti oppanya yang tadi. Tidak lama Harum datang dengan nampan yang penuh berisi 5 gelas sirup dan beberapa camilan. Kuperhatikan dia sempat melirik melihat pangerannya yang sedang serius dengan lirik yang dia baca. 

Saat hendak pergi aku tahan dia. “Gabung saja di sini,” ucaku sambil menepuk sofa di sebelahku yang kebetulan kosong. Dia diam melihat Fauzy. 

“Duduklah, ikut gabung dengan kami saja, siapa tahu nanti kau bisa jadi bagian dari band kami,” Yanto 
ikut berbicara menyuruh. 

“Sudahlah rum, duduk saja,” Doni juga menyuruhnya ikut gabung, begitu juga Kakaknya yang mengangguk dan memberikan isyarat agar dia duduk di sampingku. 

“Baiklah,” dia duduk di sampingku. 

Uhh!! Jantungku. Kenapa bisa berdebar seperti ini sih? Apa ada yang salah? Oh, ayolah Alis, dia hanya duduk di sampingmu, kenapa jantungmu berdebar 
berlebihan seperti itu. 

*** 
Gadis, aku bersyukur bisa mengenal orang terdekatmu 
Karena dengan begitu 
Aku bisa tahu tentangmu 
Tapi aku menyesal gadis 
Menyesal karena aku tak mengenalmu 
Karena aku tak bisa dekat denganmu 
Dan karena hanya dia yang kau lihat 


*** 
Hari ini lagi-lagi Fauzy menyuruh kami 
datang ke rumahnya. Kenapa harus rumahnya lagi? Tak tahukah dia aku selalu berdebar saat melihat adiknya. Tapi aku tidak percaya kalau dia tak tahu hal itu. Pasalnya aku pernah terang-terangan mengakui kalau aku suka pada Harum. 

Aku sampai lebih dulu karena Fauzy 
menyuruhku. Tadinya aku mau pulang bersama dengan sahabatku, dan rivalku. Yeah, Robby, memang mau siapa lagi? Tidak mungkin Yanto. Wah, aku sudah menghancurkan rekor Doni rupanya. Karena biasanya kalau datang ke rumah 
Fauzy pasti dia yang pertama datang. 

Setelah mengganti bajuku dengan baju rumah milik Fauzy aku duduk di samping dia. 

“Lis aku mau minta bantuanmu? Boleh?” Dia bertanya padaku. Aku diam sebentar dan kemudian mengangguk. 

“Minta bantuan apa kak? Kalau bisa akan aku bantu,” jawabku dan dia terseyum. 
Sepertinya dia puas dengan jawabanku yang menurutku biasa saja. 

“Kau pasti bisa melakukannya, ini ada hubungannya dengan Harum..” Dia menceritakan semuanya yang dia bilang sudah dia rencanakan. Dia menyuruhku untuk mendekati Harum dan setelah 
lumayan dekat dia menyuruhku untuk mengungkapkan perasaanku. Aku sih, senang-senang saja melakukan itu jadi beberapa kali aku tersenyum saat dia mengatakan kalau aku pasti bisa. 

Ya! Semua orang pasti senang kalau di suruh untuk mendekati wanita cantik, manis, menarik, dan baik hati yang dia sukai apalagi yang menyuruh itu adalah kakak dari wanita itu sendiri. Jadi wajar kalau aku senang. 

“Kau bisa?” Aku berpikir sejenak. Eump, ini tak ada salahnya juga bukan? Menguntungkan malah. 

“Yap, akan aku usahakan kak..” 

“Jadi?” 

“Ini bukan permainan kak, nanti kalau aku sudah jadi dengan Harum, kau tidak akan memaksanya untuk putus dariku kan??” Ucapku mencegah hal yang tidak 
aku inginkan. Enak saja dia, nanti kalau Harum sudah bisa lepas dari Robby dan meyuruhku untuk putus. 

Dia anggukan kepalanya sebagai jawaban dan aku tersenyum senang. Tak lama Doni dan Yanto datang. Aku dan Fauzy sudah berjanji kalau ini hanyalah rahasia kami, gagal atau berhasil ini tetap rahasia. 

*** 
Coba kau bayangkan gadis, 
Bayangkan rasanya menjadi aku 
Jadi seseorang yang hanya bisa mengagumi 
Dan menahan cinta ini 


*** 
Urusan band kami sudah selesai sekitar setengah jam 
yang yang lalu, dan sejak saat itu Fauzy baru sadar kalau Harum belum pulang. Ihh!! Kakak ku yang satu ini, kak macam apa dia sampai bisa baru sadar kalau adiknya belum pulang? 

“Kai kau yakin tadi tidak melihat Harum? Mungkin kau lupa?” Dia bertanya lagi. Jika kuhitung ini sudah yang kesepuluh dia menanyakan itu dalam kurun waktu 
setengah jam. Itu berarti setiap tiga menit dia bertanya pertanyaan itu. 

“Tidak kak, aku tidak bertemu dengannya. Apa dia tidak mengirim pesan padamu?” Jawabanku selalu berubah, 
tidak seperti dia yang bertanya pertanyaan yang sama sepuluh kali. 

Aku juga jadi merasa tak enak. Apa terjadi sesuatu dengan Harum, haruskah aku kembali ke kampus untuk memastikannya?? 

Aku baru hendak bangun dari dudukku mau kembali ke kampus, tapi tiba-tiba pintu dibuka dan seorang wanita yang dalam keadaan mengenaskan masuk. Dia menangis sambil memegang rambut yang sepertinya adalah rambut dia, karena saat ini rambutnya terlihat berantakan sekali. Ah!! Itu Harum. 

“Harum, apa yang terjadi?” Tanya Fauzy 
sesaat setelah Harum melepas sepatunya. 

Wanita itu langsung memeluk kakaknya dan menangis dalam pelukannya. Ugh!! Dadaku sesak melihatnya seperti itu. Aku ini pria macam apa yang tidak bisa 
melindungi wanita yang aku sukai bahkan aku cintai hampir 3 tahun ini?? 

Ini salahku juga, coba tadi aku pulang bersamanya. Kau bodoh Aliis. Sungguh mengesalkan. Lihat dia seperti itu juga karena kesalahanmu. Karena kau tak 
bisa menjaganya. 

Baekhyun hyung menyuruh Harum untuk masuk kamar dan mengganti bajunya. Setelah itu dia masuk bersama aku dan Doni dan Yanto. Kami introgasi 
Wanita cantik nan manis itu. 

Dia ceritakan semuanya dari awal Akira, si wanita tercantik seantero kampus yang mengundangnya untuk bertemu hingga berakhir pada tindakan pembullyan 
yang dia alami. Ahh!! Menyebalkan, ini semua hanya karena seorang Robby, yang bahkan tak perduli padanya. Ditambah lagi Akira,wanita sial itu, beraninya dia melukai wanita yang aku cintai. Akan kuberi dia pelajaran yang bisa membungkam mulut baunya itu. 

Jangan dikira karena dia wanita, cantik, kaya dan anak orang penting di Negara dia seenak jidadnya membully orang. Lihat saja kau Akira, akan aku buat kau 
merasakan apa yang Baekhee rasakan. 

“Berhenti memperhatikan Robby,” tiba-tiba Fauzy berkata tegas pada Harum yang sampai saat ini masih terisak. Aish, kak apa yang kau lakukan? Kenapa nada bicaramu itu kasar sekali? 

“Aku tidak mau kak,” jawab Harum masih sambil terisak. Wanita bodoh ini juga sama saja, kenapa dia malah menolak? Apa dia ingin lebih sakit dari ini lagi? 

“Aku bilang berhenti ya berhenti!!” Fauzy 
kembali berucap tegas, atau tepatnya dia membentak adiknya itu, dan membuat Harum diam, mungkin 
dia takut. 

“Kak, jangan berteriak padanya!” Aku sudah tidak tahan. Enak saja dia berteriak padanya, jadi kuputuskan untuk membela Harum. Marah sih boleh kak, tapi lihat kondisi dong. 

Kutepuk pelan pundak wanita cantik itu, berharap dia bisa lebih tenang dan merasa baikan. Rasanya hangat, sangat hangat saat bisa dekat dengan wanita ini. Itulah yang aku suka. Dia membuat aku nyaman. 

Fauzy berlutut di hadapan Harum, dia raih tangannya dan diusap lembut tangan putih milik Harum. “Maafkan kak rum, kakak tidak bermaksud seperti itu. Kakak hanya tidak ingin kau begini lagi.” 
Ucap Fauzy menjelaskan setelah itu dia 
peluk saengnya, pelukan erat dari seorang kakak untuk adiknya. 

“Aku tidak bisa kak, aku tidak bisa berhenti memperhatikannya,” ucap Harum masih dalam tangisannya yang memilukan itu. 

Dadaku rasanya sesak sekali saat mendengarnya terisak, apa lagi kalau aku ingat yang membuat dia seperti ini adalah namja bernama Robby, 
sahabatku, dan rivalku dalam hal wanita ini. 

“Kakak mengerti. Tapi kakak juga tidak ingin kau diperlakukan seperti ini lagi,” Fauz melesap pelukanya dan menatap adiknya. 

“Harum, bukan maksudku ikut campur, tapi aku tahu bagaimana sifat Robby, jadi saran dariku lebih baik kau belajar untuk berhenti memperhatikan Robby, dia tidak akan semudah itu didapatkan,” Yanto akhirnya angkat bicara. Teruslah kak, buat dia sadar kalau Robby bukan yang terbaik untuknya. 

Harum terdiam. Aku berharap dia akan memberikan jawaban kalau dia akan berhenti memperhatikan Robby si pangeran, tapi ternyata dia malah menggelengkan kepalanya. Aku menghela nafas berat dan bersamaan dengan Fauzy juga dua orang lain yang ada 
dalam ruangan ini. 

“Baiklah, teruskan saja kau memperhatikan Robby, tapi kakak tidak akan mengizinkanmu melakukan hal itu 
lagi kalau kejadian seperti ini terulang, dan sebagai gantinya kau harus terus bersama Alis,” Harum mengangguk setuju. Dan lagi dia berpeluk dengan 
Kakaknya. 

Jadi mulai, besok aku akan terus bersama dengan dia bukan?? Akhirnya aku punya kesempatan juga untuk 
dekat dengannya. 

*** 
Gadis, bisakah kau menolongku? 
Aku hanya ini kau membuka matamu 
Melihat aku yang sekarang ada di depanmu 
Mau mencoba menerimaku 
Dan mau terus bersamaku 


*** 
Pagi ini aku berangkat ngampus memutar karena harus menjemput Harum dulu. Seperti kesepakatanku dan Fauzy, aku harus menjaga Harum dan mencoba dekat dengannya. 

“Pagi ruuum,” sapaku ramah pada wanita cantik yang kini sudah tidak lagi berambut panjang. 

Rambutnya sudah dipotong pendek sebahu oleh Doni kemarin. Haha.. Anak bandku juga ada yang merangkap jadi hairstylist sekarang. 

“Eh aliis,” dia membalas sapaanku dengan 
tersenyum lembut. Cantiknya dia.. 

“Kau sudah mengenalku?” Aku bertanya karena baru bertemu beberapa hari ini. Aku dan dia berjalan berdampingan menuju kampus sekarang. 
“Tentu saja, kau kan sahabat Fauzy, bagaimana aku tidak mengenalmu. Kau juga teman satu kampus, pria tertampan ke dua setelah Robby,” wah!! lumayan 
juga pengetahuannya tentangku. Tapi aku yakin pertanyaan selanjutnya dia tidak bisa menjawabnya. 

“Kalau begitu kau tahu siapa nama asliku?” Dia diam, benarkan aku? Dia tidak tahu nama asliku siapa. Ini mengenaskan sekali. 

“Maaf, aku tidak tahu,” jawabnya dengan nada menyesal yang aku duga itu tulus. 

“Tidak apa, bukan hanya kau yang tidak tahu nama asliku, banyak juga teman kita yang hanya tahu kalau namaku itu Alis,” ucapku dengan senyum miris yang 
terpasang jelas di wajahku. 

Dia diam. Ini jadi sedikit canggung. Tidak asik. 

“Kalau begitu boleh aku memperkenalkan siapa aku tuan putri?” Tanyaku sambil berlaga gaya seorang bangsawan Eropa dan membuat dia berhenti berjalan 
karena aku berdiri di depannya sekarang. 

Dia tersenyum. Ahh!! Akhirnya. 

“Perkenalkan aku ksatria dari negri antah-brantah, namaku Rizky Dwi Yulistiawanz tapi kau bisa panggil aku Alis” Dia tersenyum setelah aku menundukan kepala masih dengan gaya bangsawan Eropa. 

“Ouh, perkenalkan aku putri Harum, adik dari pangeran imut bernama Fauzy. Salam kenal ksatria Alis.” Dia membalas dengan gaya yang tidak beda jauh dariku. Setelah itu dia tersenyum lagi. 

Senangnya melihat dia tersenyum. Apa lagi senyum itu untukku dan karena aku. Aku kembali berjalan di sampingnya. Langkah kakiku dan dia kini kompak 
melangkah menuju kampus kami yang jaraknya lumayan jauh juga. Apalagi aku harus memutar arah karena 
menjemput Harum. 

“Eump, Alis?” Ku alihkan pandanganku pada Harum yang bergumam memanggil namaku. 

“Ya?” 

“Kenapa kau mau disuruh seperti ini oleh kak Fauzy?” Pandangannya masih lurus ke depan saat ini. 

“Seperti ini?” Aku berkata dengan nada bertanya. Jujur saja aku bingung maksudnya. 

“Ya, kenapa kau mau menjemputku seperti ini, kau jadi harus memutar arah dan mungkin jadi harus bangun lebih pagi bukan?” Jawabnya itu karena aku ingin melindungimu. Tapi aku tidak mungkin mengatakan itu sekarang, ini terlalu cepat. Jadi aku hanya tersenyum. 

“Karena aku sudah berjanji pada Kak Fauzy,” aku menjawab jujur, tanpa ada dusta. Toh nyatanya aku memang sudah berjanji pada Fauzy kemarin. 

“Maaf kalau aku merepotkan, tapi kalau kau tidak mau melakukan ini aku akan terima, besok kau tak perlu menjemputku lagi,” kini dia berjalan sambil menunduk. 

“Ti..tidak apa apa, aku melakukan ini dengan senang hati rum, jadi kau tenang saja.” 

“Sungguh?” Dia seolah sedang bertanya memastikan dengan nada yang seolah sedang mencurigai aku. Ah!! Aku bingung menggambarkannya, pokoknya seperti 
itulah. 

“Eng, ke.. kenapa? Kau tak suka aku berada di dekatmu?” Rasanya gelagapan juga saat dia bertanya seperti tadi. 
Dia diam lagi, kenapa dia lebih sering diam sih? Apa aku ini membosankan ya?? 

“Harum,” aku panggil namanya dan membuatnya mendongak melihat aku yang jauh lebih tinggi darinya. 

“Kau mau berteman denganku? Ah, ani bersahabat denganku maksudku? Kau mau?” Dia diam lagi? Ya!! 
Pria ini, ada apa dengannya sih? Kenapa diam terus. 

“Kau tidak mau?” Tanyaku memastikan kerena sudah menunggu lama tapi yeoja ini tak kunjung menjawab juga. 

“Aku mau, sangat mau.” Ucapnya antusias. Mendadak ekspresinya berubah lagi. 

“Kenapa?” 

“Apa kau mau bersahabat dengan wanita seperti aku?” 

Aku terkekeh mendengar pertanyaannya barusan. Wanita ini polos sekali sih dan bodoh juga. Sudah jelas tadi aku yang menawari berteman, tentu aku pasti 
mau. 

“Tentu saja, aku sudah memimpikan itu semalam. Aku ingin punya sahabat wanita cantik sepertimu, pasti seru rasanya,” jawabku masih dengan terkekeh penuh arti. 

“Kalau begitu, mulai saat ini kita bersahabat. Dan seorang sahabat tidak boleh berbohong pada sahabatnya apa lagi menyembunyikan sesuatu dari sahabatnya. Jadi berjanjilah kau akan jujur padaku. Janji?” Aku angkat jari kelingkingku. 

Dia kaitkan kelingkingnya dan menempelkan ibu jari kami. Sambil tersenyum dia berkata “yaa aku berjanji,” aku jadi ikut tersenyum sekarang. Syukurlah pendekatan pertama berhasil. 

Kau harus tepati janjimu itu kak Fauzy, kau tak boleh menyembunyikan apapun dariku termasuk perasaanmu pada Robby dan semuanya yang pantas aku ketahui sebagai seorang sahabat. Dan aku juga akan menepati janjiku yang akan terus menjagamu dan melindungimu agar tak ada lagi kejadian seperti kemarin. 

Kau dan Robby, adalah sahabatku. Tapi kau juga wanita yang aku cintai. 

*** 
Aku janji gadis 
Aku akan terus menjagamu 
Akan aku tapati janjiku padanya 
Yang akan terus melindungimu 
Tak akan aku biarkan kau sakit 
Dan tak akan aku biarkan dia menyakitimu 
Sekalipun dia adalah sahabatku 
Tak akan pernah 
Tapi lihatlah aku 

THE END

Just Look at You

Just Look at You 

Aku takut, 
Aku takut saat sedang bersamamu , 
Karena aku tidak bisa berhenti menyayangimu .. 
Karena aku sulit untuk berpaling darimu. 
Aku takut pergi jauh darimu, 
Karena kurasa aku tidak akan kembali lagi. 
Mungkin aku akan kehilanganmu , 
Mungkin kamu akan lupa padaku, 
Jadi aku tidak akan pergi jauh, 
Aku tak tahu mengapa, 
Tapi ada satu hal yang kutahu , 
Aku telah jatuh cinta padamu… 

*** 

Jakarta 
“Selamat pagi , Jangan lupa ada hal yang harus kamu 
lakukan pagi ini Mil.” 
Kata kata itu menerjang telinga Emillio, yang 
bahkan kesadarannya belum ia dapatkan seutuhnya. 
Emil berdehem pendek. Bangkit dari kasurnya dan 
segera menuju ke kamar mandi untuk segera bersiap- 
siap. Ia lalu tertawa hambar. “Lucu sekali. 
Bisakkah kau tidak mengomel dan membuat moodku 
jelek pagi ini?” katanya datar. 
Fajar berdiri disamping tempat tidur dan 
menatap aneh Emil, menatap wajah temannya 
itu yang masih berwajah kusut. Matahari cukup terik 
pagi itu, dan seharusnya dia memang sudah bangun jam 
segini. 
“Ayo cepat, kita harus segera menuju asrama dan 
menjemput yang lainnya.” 

*** 
Dhika melampiaskan tubuhnya yang masih lelah 
diatas tempat tidur flatnya. Ia masih lelah , dan 
enggan bangun. Tapi ia harus bekerja pagi ini, dan satu 
hal lain today is Sunday! 
“ Pagi , dhika. Hari ini kamu pagi sekali.” Nur Andini , teman 1 kamarnya sambil tertawa garing dan 
menyodorkan sepotong roti bakar dengan coklat 
diatasnya. 
Dhika mendecak , mencibir sedikit , lalu segera 
beranjak ke dapur untuk membuatkannya sendiri 
segelas kopi. Kopi adalah teman keduanya setelah 
Andini menurutnya , dan kembali mengambil Roti 
panggang dan duduk di balkon. 
“ Ngomong ngomong , kau kenal seseorang bernama 
Emillio?” Tanya Andini sambil merayap 
mendekat. “ Dia meninggalkan pesan di mesin 
penjawab , dan ini sudah yang kelima kalinya pagi ini.” 
Sebentar. Em , Em .. Em.. Em 
apa tadi?  Astaga! Emillio ! 
“ Iya din, aku harus pergi sekarang. Nanti 
akan kuceritakan siapa itu Emillio.” Segera 
setelahnya Dhika sudah berada di kamarnya dan mandi 
dengan segala kecepatan yang bisa ia lakukan. 

*** 

Oke. Sekarang dimana orang itu? 
Emil masih menatap gusar coretan coretan kertas 
di tangannya. Sembari menunggu si designer yang dia 
tunggu ini datang. 
“ Maafkan aku Pa' Emil. Aku terlambat bangun pagi ini “ 
Dhika menghampiri Emil yang sedang duduk dengan 
wajah yang masam dan gusar itu dengan hati hati. Dia 
tahu Emil pasti sudah menunggu lama. “ Oh , tidak 
apa apa. Semoga lain kali tidak begini lagi.” Emil 
berdehem ,”Silahkan duduk , Dhik, kamu terlihat 
pucat” 
Dhika mengangguk lalu duduk tepat di depan Emil 
dan memanggil segelas kopi, lagi. 
“ Ng, jadi ada apa memanggilku di 
minggu pagi yang indah ini? “ katanya seraya 
menerawang ke atas langit biru pagi, lalu menatapku 
bingung. 
Aku tersenyum. “Entahlah. Sepertinya aku tertarik 
pada designmu, aku akan menjalankan bisnis Fashion 
Outlet dalam waktu dekat, dan aku ingin rancanganmu 
masuk dalam catalog bulananku.” Ia diam sejenak , lalu 
melanjutkan “ Bagaimana? “ 
Gadis itu terlihat diam. Aku menikmati saat 
menatapnya seperti ini. Mungkin dia lupa siapa aku. 
“ Ah? Benarkah? Anda tertarik? Masih banyak loh 
designer lain diluar sana yang bersedia anda kontrak.” 
Dia menunduk. “ Tapi yah , baiklah. Terima kasih sudah 
mempercayaiku untuk yang kali ini.” 
Aku melihat dia berdiri , membungkuk dan mengucapkan 
salam padaku. 
“Baiklah Pa' Emil, Aku akan menemuimu lagi pada 
jam kerja berikutnya. Senang bisa berkenalan 
denganmu.” 

3 Tahun kemudian. 

“Emillio itu. Orangnya bagaimana?” 
Pertanyaan ini menerjang telingaku yang bahkan belum 
siap untuk suasana curhat curhatan. Aku tertawa 
sebentar dan bergumam tak jelas agar temanku yang 
satu ini penasaran setengah mati. 
“ Kau belum bertemu dengannya ? Dia laki laki yang 
baik” 
Sudah dua tahun kami bersama. Dan sepanjang ini 
belum ada pertengkaran aneh yang terjadi antara 
kami. Sesaat setelah kami bertemu pertama kali di 
kafe pagi itu , dia sering menghubungiki , kami sering 
bertemu , dan yah kalian tahulah pada akhirnya 
bagaimana. Walaupun aku pernah berpikir dia hanya 
bermain main saja denganku. 
“ Ayolah Dhik , jangan membuatku penasaran 
seperti ini. “ kata Andini dari ujung saluran 
ponsel. 
“ Aku akan bercerita nanti . Sampai jumpa , bossku 
akan marah kalau dia menangkapiku meneleponmu lagi” 

*** 

Ruangan ini sudah gelap sembari tadi. 
Dhika duduk menghadap ke jendela besar kafe 
yang sudah mulai sepi pengunjugnya. Dalam hati dia 
mengutuk Emillio. Ponsel yang dari tadi ia 
harapkan untuk bergetar tidak disentuhnya dari tadi. 
Dia sudah cukup kesal. 
“ Hay Dhik, maaf aku agak telat “ 
Dhika mendongkak, sejurus kemudian berpaling 
menatap kembali keluar jendela. Tidak mau berbicara. 
“ Tidak mau bicara ya? Yasudah. Aku kan sudah minta 
maaf padamu. Maafkan aku sekali ini saja, bagaimana? 
“ Emil tersenyum sambil menatap natap Dhika 
yang sudah mulai gusar tidak bisa menahan ingin 
tertawa dan tersenyum kembali ke arah Emil. 
Dhika mendengus. “ Baiklah, hanya sekali ini saja. Aku 
tidak akan memaafkanmu lain kali.” Dia tertawa. Tawa 
yang paling disukai Emil. 
“ Jadi, apa yang akan kita lakukan hari ini? “ 

*** 

Dhika’s POV 

Apakah aku harus memberitahunya? Kurasa iya,tapi 
hati kecilku menolak untuk memberi tahunya. 
Tapi akhir akhir ini dia selalu bertanya 
kenapa aku mendadak pucat. 
Dan mengapa aku sering cuti dari pekerjaanku. 
Aku membohonginya dengan mengatakan aku membeli 
BBCream yg terlalu terang , 
Atau Sedang malas bekerja. 
Tapi, 
Sejujurnya aku hanya ingin menjalani sisa hidupku ini 
dengan terus bersamanya,tertawa dan berbagi cerita 
tentang kehidupan yang kita alami masing masing. 
Aku terlalu takut untuk menatapnya 
sekarang, 
Karena aku takut akan kehilangan dia… 
Mungkin semua ini terdengar terlalu 
cepat, tapi beginilah keadaanya. Minseok tidak boleh 
tahu apa yang terjadi padaku. 
Haruskah aku menjauhinya? Ataukah 
memberitahunya semua ini? 

*** 

Ringtone ponsel membuyarkan lamunanku. 
“ Ya halo mil? Ada apa? “ kataku seraya 
membuka pintu flat dan masuk kedalam taxi yang sudah 
kupesan 10menit yang lalu. 
Emil menerawang, “ Ngg, begini. Nanti malam 
sepertinya aku tidak bisa menemanimu pergi ke pesta 
ulang tahun Nur Andini. Aku harus pergi ke 
Amerika. Hanya 3 hari aja. Tidak lama. ” Ia diam 
sesaat lalu melanjutkan , “ Tidak apa apa kan? “ 
Aku terdiam. Kenapa dia harus tidak ada saat aku 
sedang merasa tertekan? 
“ Ah , tidak apa apa Pa'. Lanjutkan saja 
pekerjaanmu. Oh iya, sekarang aku akan pergi ke salon 
dan menemani Andini juga. Oh iya , kamu 
berangkat jam berapa? “ 
“ Sekitar jam 8 malam. Aku akan meneleponmu saat 
aku sudah berada di pesawat , dan juga saat aku sedang 
berada di Amerika , dan saat aku merindukanmu 
ataupun jika bisa aku akan meneleponmu setiap detik.” 
Emil tertawa kecil . 
Alisku terangkat sedikit , mengernyit “ Setiap detik? 
Baiklah aku juga akan melakukan hal yang sama. Kamu 
memang penggombal Mil.” Aku tersenyum “ 
Baiklah, aku akan meneleponmu lagi nanti. Salon adalah 
tempat yang ribut, jangan lupa itu.” 
“ Haii.. Aku akan sangat merindukanmu. Ahh, 
rasanya seperti tak bisa melihatmu lagi. Hahaha aku 
memang terlalu berlebihan.” 

‘Deg’ 

“Maksudnya?” 
“ Ah tidak tidak. Baiklah, sampai jumpa 3 hari lagi.” 

*** 

Hening.Aku menghela nafas lalu segera masuk 
kedalam rumah sakit. Aku benci rumah sakit. Sudah tak 
terhitung berapa kali aku berada disini. Masuk kedalam 
ruangan yang sepertinya bisa langsung membunuhku 
begitu saja. 
“Selamat pagi Dhika. Kamu rutin sekali datang . 
Aku berharap penyakitmu akan sembuh.” Seorang 
suster tersenyum melihat kedatanganku. Aku memang 
rutin datang periksa. Karena aku takut. Terlalu takut 
untuk menerima kenyataan bahwa penyakitku sudah 
sangat parah. 
“ Ramadhika, apa keluargamu sudah tau ?” 
Aku tercengang. Aku tidak mungkin sanggup 
memberitahukan papa dan mama tentang penyakitku 
ini. Dengan enggan aku menggelengkan kepalaku pelan. 
“ Sepertinya keluargamu harus sudah bersiap siap. Aku tak tahu apakah aku harus mengatakan hal 
ini tapi.. “ Ia terdiam sejenak , “ Menurut hasil 
laboratorium kemarin , Sel darah putihmu sudah 
mencapai puncaknya. Dalam beberapa hari ini kamu 
akan sering pusing dan merasakan sakit. Mungkin sisa 
waktumu untuk hidup hanya 3 hari.” 
Jantungku seakan berhenti berdetak. Tinggal 3 hari 
katanya? 
“ Saya usulkan kamu segera dirawat dirumah sakit. “ 
Tubuhku mendadak dingin. Tanganku bergetar hebat. 
Air mataku bercucuran keluar. 
“ Tidak! Tidak mungkin! Dokter pasti salah , hasil tes 
itu pasti salah “ 
Aku berlari keluar dari ruang prakter dokter dan 
keluar dari rumah sakit tanpa peduli panggilan suster 
yang tadi bersamaku. 
Sesaat aku mendengarnya memanggil namaku . 
Suasananya ribut. Sangat ribut. Saat aku berpaling 
dari pandanganku ke arah lainnya , sebuah truk masuk 
melesat ke arah ku dengan kecepatan tinggi. Lalu 
semuanya gelap. 

*** 

Emil’s POV 

Kemana dia? Sudah dua hari ini kenapa teleponnya 
sibuk? 
Aku sudah berkali kali meneleponnya , dan 
tidak ada jawaban dari dia. Kemana? Dia sudah 
berjanji padaku untuk menjawab telefonku .Apakah dia 
sudah tidur? Tidak. Tidak mungkin. Dia sudah berjanji. 
Ataukah ada sesuatu yang terjadi padanya? 
“ Halo, Alis. Apakah kamu 
tau dimana Dhika? “ Aku menempelkan ponsel ke 
telinga sembari duduk di bangku sebuah taman di depan 
hotel yang kutempati. 
“Oi Pa', kamu dimana?” 
“Aku sedang di Amerika. Ada apa ? “ Aku mengigit bibir 
bawahku. Kenapa hatiku jadi gak karuan? 
“Dhika , di .. dia sekarang sedang berada di rumah 
sakit.” 
“Apa? Rumah sakit?” Tunggu dulu. Dia pasti berbohong. 
“ Cepatlah pulang Mil. Apakah kamu tahu Dhika 
mengidap kanker darah stadium terakhir ? “ 
Kenapa aku tidak tahu? Kenapa? Jangan Jangan… Dhika memang sengaja menyembunyikannya dariku ? 
“ A..Aku tidak tahu dia sakiit. Aku memang melihatnya 
akhir akhir ini lebih kurus dan pucat. Tapi dia bilang 
dia sedang diet dan memakai cream wajah yang salah.” 
Emil menelan ludah saat mengucapkan kalimat 
terakhir. 
Bagaimana dia bisa selalu menggunakan Cream wajah 
yang terlalu putih ? Aku lupa. 
Dengan suara tercekik dan agak tercekat akhirnya 
Emil dapat bertanya “ Apakah dia baik baik saja?” 
Alis terdiam beberapa saat. Sambil tersenyum 
pahit dia menjawab , 
“ Dia koma Pa'.” 
Kepala Emil serasa berputar putar . Ia 
mendongkak dan melihat jalanan seperti akan 
mendorongnya jatuh. Ia berdiri terhuyung huyung , 
kembali ke airport dengan sekuat tenanga , dan segera 
bertolak kembali ke Jakarta. 

*** 
Emil berdiri di depan kamar rawat Dhika. Dia menunduk dan sesekali terlihat ingin 
memegang pintu kamar itu dan masuk untuk segera 
memeluk Dhika dan membangunkannya. Tapi ia tak 
sanggup. 
Emil, sepertinya dia sedang menunggu 
kedatanganmu. Mungkin bila kau bertemu dengannya ia 
akan sadar . Tapi kemungkinan berikutnya adalah , dia 
mungkin tidak akan sadar lagi. Tubuhnya menolak saat 
transfusi darah dilakukan. Dan ini sudah melewati 
masa yang telah kami perkirakan. Maafkan kami Pa' Kami sudah melakukan hal terbaik. 
Dari luar Emil dapat melihat Andini sedang 
duduk disana sambil terisak isak dan mengajak Dhika 
berbicara . Tentang hal apapun. Dari mulai 
kehidupannya sekarang , pekerjaannya sampai Andini juga membicarakanku. 
Dan inilah aku. Terlalu pengecut untuk masuk kedalam 
kamar rawat yang di cat dengan warna biru terang ini. 
Andini yang sepertinya sudah sangat bersedih 
berlari keluar dari kamar rawat dan menghanpiriku. 
“ Bapa' Emil ? Ini ada selembar surat yang aku 
temukan di Kamar Dhika hari itu saat kamu sedang 
berada di Amerika. Aku tidak tahu apa surat itu , tapi , 
aku harap kau membacanya. “ Lalu kyung myun berlalu 
meninggalkanku. Isak tangisnya masih sangat 
terdengar. 
Foto kami berdua saat sedang berada di Gandaria City menjadi hal awal yang menyiksa hatiku , 
setelahnya ada foto kami saat sedang berlibur di 
pantai, foto saat dia sedang membuatkan kue untuk 
pesta ulang tahunku bahkan foto saat aku seang tidur. 
Halaman berikutnya penuh dengan tulisannya yang 
ditulis dengan rapi, dan sepertinya dia menulisnya 
sambil menangis hari itu. 
“Haii Bapak Emil, mungkin saat kamu sedang membaca 
surat ini aku sudah berada di rumah sakit dalam 
keadaan koma atau mungkin dalam keadaan sudah 
meninggal ? Haha , aku tahu ini terlalu cepat bagimu. 
Aku belum sempat membicarakan masalah penyakit 
serius yang kuderita padamu karena aku terlalu takut 
untuk memikirkan bagaimana kamu akan bisa hidup 
tanpaku? 
Mil , sudah 2 tahun kita bersama . Dan 
baru tahun belakangan ini aku mengetahui penyakit 
yang aku derita. Aku tahu aku memang pacar yang tidak 
berguna , yang tidak bisa memberitahukan masalah 
terbesar yang aku alami saat ini. Tapi ini semua 
kulakukan karena aku sayang padamu. Aku tidak ingin 
kamu bersedih karena penyakitku, jadi aku putuskan 
untuk bungkam. 
Andini dan Alis tau tentang 
penyakitku. Aku menyuruh mereka untuk tidak 
memberitahukanmu. Apakah itu baik? Jangan marahi 
mereka saat kamu bertemu dengan mereka . Karena 
aku yang menyuruh mereka untuk melakukannya. “ 
Setetes air mata mengalir keluar dari 
mataku. Aku gemetar. Terlalu sulit untuk membaca 
lanjutannya. 
“ Hehe, aku ingin mengaku dosa padamu. Aku tidak 
pernah membeli Krim wajah yang tidak cocok untukku , 
dan aku tidak diet. Itu memang sudah gejala dari 
penyakitku. Sebenarnya aku sedikit senang saat tahu 
kalau kau tidak curiga, sepertinya aku adalah akrot 
yang hebat ya ? Mungkin aku harus memilih jurusan 
Drama saat dulu. 
Kau tau , aku pernah memilih untuk 
menjauhimu , agar kau dapat melupakanku. Hasilnya? 
Aku tidak sanggup melakukannya. Aku sudah jatuh 
terlalu dalam padamu. Kau ingat pertemuan kita 
pertama kali di kafe pada minggu pagi? 
Satu satunya hal yang dapat kulakukan 
sekarang adalah perlahan keluar dari hidupmu. Aku 
memang tidak akan pernah melupakanmu, karena kamu 
akan selalu disini. Aku akan selalu mengingatmu 
dimanapun aku akan terlahir kelak. 
Setelah aku mecoba untuk keluar dari 
hidupmu , baru kusadari aku adalah actor yang payah. 
Aku tidak dapat membohongi perasaanku selama ini. 
Aku tidak akan pernah bisa menjauh ataupun pergi 
darimu Aku akan bahagia melihatmu bahagia , walaupun 
itu dengan orang lain . Mungkin kita memang bukan 
Jodoh seperti yang dikatakan oleh Fortune Teller 
saat festifal kemarin, haha. 
Mungkin setelah semua ini berakhir, maksudku aku 
sudah tiada , kamu akan melupakan aku , jadi bisakah 
aku bersikap egois untuk sesaat? Aku ingin memilikimu 
sendiri untukku seorang, aku tidak ingin berpisah 
darimu. Aku ingin seluruh orang didunia ini tahu kalau .. 
Aku mencintaimu .Sangat Mencintaimu.“ 

Aku melangkah masuk kedalam ruangan yang terasa 
dingin menusuk kedalam tulang. Aku tidak suka rumah 
sakit jika begini ceritanya. Dingin.. 
Dhika tertidur dengan wajah lugunya , tapi wajah lugu 
itu pucat. Perban hampir menutupi seluruh tubuhnya, 
kecuali Wajah, berbagai selang dan kabel yang 
menghubungkan tubuhnya dengan mesin semakin 
menambah perasaan yang tidak enak. 
Dengan berat aku melangkah mendekat ke sisi ranjang. 
Dhika masih diam tak bergerak. Tapi aku tahu dia 
masih hidup. 
“ Dhika, aku sudah membaca suratmu.” Lirih, 
berharap Dhika membuka mata dan berbicara padanya 
seperti biasa. “ Aku , aku cukup bangga padamu yang 
dapat membohongiku tentang penyakitmu, ya kau calon 
actor yang hebat.” 
“Aku sama sekali tidak bisa berpikir jernih sekarang. 
Tapi , bolehkah aku meminta sesuatu? “ Aku 
mengenggam erat tangan Dhika“ Berjanjilah kalau 
kau bangun , kau akan hidup denganku selamanya. Dan 
jika tidak .. “ Aku berdehem. “ Berjanjilah kau akan 
menjadi pasanganku di kehidupan selanjutnya.” 
Kata kata terakhir itu mencekat leherku. Aku tahu 
kemungkinan terbesar dia tidak akan pernah bisa 
bangun lagi. Tubuhnya saja sudah kerkurangan darah , 
bagaimana dia bisa hidup tanpa darah ? 
“ Satu hal lagi yang paling penting dari segalanya. 
Jangan pernah lupa bahwa Aku , Aku sangat 
mencintaimu .. Aku benar benar tidak bisa hidup 
tanpamu, tapi Aku berjanji aku akan baik baik saja. 
Aku tidak akan pernah lupa padamu. Berjanjilah Dhik, kamu akan mencintaiku seperti aku yang sangat  mencintaimu.” 
Kelopak mata Dhika bergetar sesaat. Air mata 
menetes dari kedua matanya. Tapi dia masih tidak 
bergerak. Sesaat Emil sudah senang melihat ini. 
Namun kenyataanya.... 

*** 

“ Eh Lis , pernakah kamu berpikir untuk dapat 
memberikan kehidupanmu pada seseorang sangat kau 
cintai? Mungkin ini terdengar gila , tapi aku rela 
memberikan hidupku pada orang yang sangat aku cintai.” 
Alis menggeleng . 
“Aku tidak mengerti apa maksudmu , tapi itu 
kedengarannya baik. “ 
“Kau tahu permintaan apa yang aku minta saat aku 
berulang tahun kemarin? Aku berharap aku ingin selalu 
bersamanya. Hidup selamanya bersama dia. Aku tak 
tahu apakah tuhan akan mengambil siapa dulu , tapi 
yang pasti , Aku ingin dia selalu bersamaku.”